KHUTBAH PERTAMA :
إِنَّ
الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ
بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا
بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ
هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا،
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ
ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada
kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia, dan di hari yang mulia
ini, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan mutu keimanan dan
kualitas ketakwaan kita kepada Allah dengan sebenar-benarnya, yaitu
ketakwaan yang dibangun karena mengharap keridhaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala
dan bukan keridhaan manusia, ketakwaan yang dilandasi karena ilmu yang
bersumber dari Alquran dan sunah Rasulullah, dan ketakwaan yang
dibuktikan dengan amal perbuatan dengan cara menjalankan setiap perintah
Allah dan Nabi-Nya karena mengharap rahmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala
dan berusaha semaksimal mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk
larangan Allah dan Nabi-Nya karena takut terhadap azab dan siksa Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Thalq bin Habib
rahimahullah seorang tabi’in, suatu ketika pernah menuturkan sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam Fatawanya,
اَلتَّقْوَى:
أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَ الله ، تَرْجُو رَحْمَة
َالله وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَ الله ، تَخَافَ
عَذَابَ الله.
“Takwa adalah kamu mengamalkan ketaatan kepada Allah
berdasarkan cahaya dari Allah, kamu mengharapkan rahmat Allah, dan kamu
meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, serta
kamu takut azab Allah.”
Demikianlah seharusnya yang selalu ada dan
tumbuh dalam benak dan hati setiap Muslim, sehingga akan membawa dampak
dan bekas yang baik, melahirkan pribadi-pribadi yang istiqamah dan
iltizam (konsisten) terhadap agamanya sehingga pada akhirnya akan
membentuk keluarga dan komunitas masyarakat yang senantiasa berjalan di
atas manhaj dan jalan yang lurus. Dengan demikian, Allah
Subhanahu wa Ta’ala
akan memberikan kehidupan yang baik di dunia serta memberikan balasan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah diperbuat di akhirat kelak
sebagaimana yang telah Allah
Subhanahu wa Ta’ala janjikan.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Sebenarnya yang menjadi pangkal utama sehingga seseorang akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan memperoleh rahmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala
serta selamat dari azab-Nya pada hari kiamat kelak adalah sejauh mana
dia dapat menjaga dan memelihara hatinya sehingga selalu condong dan
mempunyai ketergantungan hanya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala
sebagai satu-satunya dzat yang selalu membolak-balikkan hati setiap
hambaNya sesuai dengan kehendak-Nya, dan bukan justru sebaliknya, di
mana hatinya selalu condong kepada hawa nafsunya dan tipu daya setan
laknatullah alaihi. Karena pada dasarnya Allah
Subhanahu wa Ta’ala
tidak akan melihat ketampanan dan kecantikan wajah kita, tidak pula
melihat kemulusan dan kemolekan badan-badan kita, namun Allah
Subhanahu wa Ta’ala
hanya akan melihat hati-hati kita dan amal perbuatan kita. Manakala
hati seseorang bersih, maka akan membawa dampak kepada kebaikan seluruh
anggota tubuhnya, begitu sebaliknya jika hati seseorang telah rusak,
maka rusaklah seluruh anggota tubuhnya, sebagaimana hal ini pernah
diisyaratkan oleh Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, 1/20.
أَلاَ،
وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ،
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.
“
Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia baik, maka
baiklah seluruh anggota tubuh dan jika rusak, maka rusaklah seluruh
anggota tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. al-Bukhari).
Karena
itulah ma’asyiral Muslimin, hati mempunyai peranan yang sangat fital
dalam diri seseorang dan menjadi sentral bagi anggota tubuh lainnya
sehingga keberadaannyalah yang dapat menentukan baik buruk dan hitam
putihnya seluruh amalan dan aspek kehidupan seorang muslim.
Tentu
yang demikian tidak sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan manusia,
khususnya kaum muslimin di mana kalau kita perhatikan kondisi kebanyakan
mereka, niscaya kita akan menyaksikan suatu fenomena yang sangat
memprihatinkan dan me-nyedihkan. Mereka memahami bahwa tolak ukur
kebahagiaan seseorang sekedar dengan penampilan lahiriyah dan materi
belaka, sehingga mereka sibuk dengan kehidupan dunianya, memperkaya
diri, memperindah dan mempercantik diri dengan berbagai macam bentuk
keindahan dunia, namun pada saat yang sama, mereka lalai dan lupa dengan
keindahan, kebersihan, serta kesucian batin yang pada akhirnya justru
dapat menyelamatkan mereka; baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Marilah kita renungkan sebuah ayat sebagai bantahan Allah terhadap
mereka, sebagaimana Firman-Nya :
وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّن قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِءْيًا
“
Berapa
banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka
adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (Maryam: 74).
Dalam ayat yang lain Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
أَفَلَمْ
يَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ
مِن قَبْلِهِمْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَشَدَّ قُوَّةً وَءَاثَارًا
فِي اْلأَرْضِ فَمَآأَغْنَى عَنْهُم مَّاكَانُوا يَكْسِبُون.
“
Maka
apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi lalu
memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka.
Orang-orang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih
banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan
itu tidak dapat menolong mereka.” (Al-Mu`min: 82).
Dua ayat
di atas, cukuplah memberikan penjelasan dan informasi kepada kita bahwa
segala sesuatu yang mereka usahakan dan mereka nikmati ternyata tidak
berguna dan tidak dapat menyelamatkan mereka. Na’udzubillahi min dzalik.
Jamaah
shalat Jumat
rahimakumullah
Oleh
karenanya, keindahan batin dan keselamatan hati merupakan dasar dan
pondasi keberuntungan di dunia dan di Hari Kiamat kelak. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَابَنِى
ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ
وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ ءَايَاتِ ِالله
لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al-A’raf: 26).
Sesungguhnya perkara hati merupakan perkara agung dan kedudukannya pun sangat mulia, sehingga Allah
Subhanahu wa Ta’ala
menurunkan kitab-kitab suci-Nya untuk memperbaiki hati, dan Dia utus
para Rasul untuk menyucikan hati, membersihkan, dan memperindahnya.
Demikianlah Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَآأَيُّهَا
النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا
فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“
Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57).
Dalam ayat yang lain Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
لَقَدْ
مَنَّ ِالله عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ
أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَّفِي
ضَلاَلٍ مُّبِينٍ
“
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang
rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada
mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keda-tangan
Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Ali Imran: 164).
Ajaran yang paling besar yang dibawa oleh Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah memperbaiki hati. Maka tidak ada cara untuk menyucikan dan
memperbaiki hati kecuali cara yang telah ditempuh oleh beliau
sallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian seseorang akan memahami bahwa hatinya merupakan tempat bagi cahaya dan petunjuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
yang dengannya seseorang dapat mengenal Rabbnya, mengenal nama-nama-Nya
dan sifat-sifat-Nya, serta dapat menghayati ayat-ayat syar’iyah Allah,
dengannya seseorang dapat merenungkan ayat-ayat kauniyah-Nya serta
dengannya seseorang dapat menempuh perjalanan menuju akhirat, karena
sesungguhnya perjalanan menuju Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah perjalanan hati dan bukan perjalanan jasad.
Al-Imam
Ibnu Qayyim al-Jauziyah menuturkan di dalam salah satu kitab beliau,
“Hati yang sehat, yaitu hati yang selalu terjaga dari syirik, sifat
dengki, iri hati, kikir, takabur, cinta dunia dan jabatan. Ia terbebas
dari semua penyakit yang akan menjauhkannya dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Ia selamat dari setiap syubhat yang menghadangnya. Ia terhindar dari
intaian syahwat yang menentang jati dirinya, dan ia terbebas dari segala
keinginan yang akan menyesaki tujuannya. Ia akan terbebas dari segala
penghambat yang akan menghalanginya dari jalan Allah. Inilah hati yang
sehat di surga dunia dan surga di alam kubur, serta
surga
di Hari Kiamat. Keselamatan hati tidak akan terwujud, kecuali dengan
terjaga dari lima perkara, yaitu syirik yang bertentangan dengan tauhid,
dari bid’ah yang berhadapan dengan sunnah, dari syahwat yang menghambat
urusannya, dari ghaflah (kelalaian) yang menghilangkan dzikir kepada
Allah
Subhanahu wa Ta’ala, dari hawa nafsu yang akan menghalangi ikhlash.” (
al-Jawab al-Kafi, 1:176).
Ibnu
Rajab al-Hanbali pernah berkata, “Keutamaan itu tidak akan diraih
dengan banyaknya amal jasmani, akan tetapi diraih dengan ketulusan niat
kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala benar, lagi sesuai dengan
sunnah Nabi dan dengan banyaknya pengetahuan dan amalan hati.” (
Mahajjah fi Sair ad-Daljah, hal. 52).
Ini
semua menunjukkan bahwa dasar keimanan atau kekufuran, hidayah atau
kesesatan, keberuntungan atau kenistaan tergantung pada apa yang
tertanam di dalam hati seorang hamba.
Abu Hurairah pernah menuturkan, bahwa Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ
الله لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ
وَلٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ، وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ
إِلَى صَدْرِهِ.
“
Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada
jasadmu, dan tidak pula kepada bentukmu, akan tetapi Dia melihat kepada
hati kamu, kemudian menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya.” (HR. Muslim, no. 2564).
Bahkan,
mayoritas ulama berkeyakinan bahwa siapa saja yang dipaksa untuk
menyatakan “kekufuran”, maka ia tidak berdosa selagi hatinya masih tetap
teguh beriman kepada Islam dan tetap dalam kondisi tenang beriman,
sebagaimana FirmanNya :
مَن كَفَرَ بلله مِن بَعْدِ
إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِاْلإِيمَانِ
وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ ِالله
وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمُُ . ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا عَلَى اْلأَخِرَةِ وَأَنَّ الله َ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ
الْكَافِرِينَ
“
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia
beriman (maka dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa
kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (maka dia tidak
ber-dosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran,
maka kemurkaan Allah menimpanya dan dia mendapat azab yang besar. Yang
demikian itu disebabkan karena mereka mencintai kehidupan dunia lebih
dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum
yang kafir.” (An-Nahl: 106-107).
Ayat ini diturunkan,
sebagaimana pendapat mayoritas ahli tafsir adalah berkenaan dengan
kejadian yang menimpa Ammar bin Yasir, manakalah ia masuk Islam, ia
mendapat siksaan dari orang-orang kafir Quraisy di Makkah sehingga ia
mau mengucapkan kalimat kekufuran kepada Allah dan cacian kepada Nabi
Muhammad
sallallahu ‘alaihi wa sallam. Di lain kesempatan peristiwa tersebut ia laporkan kepada Rasu-lullah sambil menangis.
قَالَ: كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟ قَالَ: مُطْمَئِنًّا بِالْإِيْمَانِ. قَالَ: إِنْ عَادُوْا فَعُدْ.
“…
maka Nabi bersabda, ‘Bagaimana kondisi hatimu?’ Ia menjawab, ‘Aku masih
tenang dalam beriman.’ Maka Nabi bersabda (untuk menggembirakannya dan
memberinya kemudahan), ‘Kalau mereka kembali menyiksa, maka silahkan
lakukan lagi’.” (HR. al-Hakim, 2:357).
Di dalam sebuah hadits yang lain, Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang bersumber dari Anas bin Malik,
لَا يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ.
“
Iman seseorang tidak akan lurus (benar) sebelum hatinya lurus.” (HR. Ahmad, no. 13079).
Ma’asyiral muslimin sidang Jumat
rahimakumullah
Demikian agungnya keutamaan dan urgensi hati seseorang di hadapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sehingga kita dapat mengetahui kebanyakan sumpah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam diucapkan dengan ungkapan,
لَا، وَمُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ.
“
Tidak, demi Dzat yang membolak-balikkan hati.”
Dan di antara doa beliau adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.
“Ya
Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.”
Hal
yang demikian, karena pada dasarnya kadangkala hati seseorang bisa
mengeras, seperti batu atau bahkan lebih keras dari itu, sehingga ia
akan jauh dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala, rahmatNya, dan dari ketaatan-Nya. Dan sejauh-jauh hati dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala
adalah hati yang kasar, di mana peringatan tidak lagi bermanfaat
baginya, nasihat tidak dapat menjadikan dia lembut, perkataan tidak
menjadikannya berilmu, sehingga seseorang yang memiliki hati yang
demikian di dalam dadanya, maka hatinya tidak memberikan manfaat apa-apa
baginya, dan tidak akan melahirkan sesuatu pun, kecuali kejahatan.
Sebaliknya hati yang lembut, yang takut dan tunduk merendahkan diri
terhadap Penciptanya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala, serta selalu
mendekatkan diri kepada-Nya, mengharapkan rahmatNya dan menjaga
ketaatan-Nya, maka pemiliknya akan mempunyai hati yang bersih, selalu
menerima kebaikan.
Maka dari itulah, Allah
Subhanahu wa Ta’ala
menggarisbawahi bahwa keselamatan di Hari Kiamat kelak sangat
tergantung kepada keselamatan, kebersihan, dan kebaikan hati. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى ِالله بِقَلْبٍ سَلِيم
“
Di hari yang mana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Asy-Syu’ara` : 88 – 89).
Dengan
demikian, marilah kita bersungguh-sungguh dalam menjaga hati dan
senantiasa mengawasinya, di mana dan kapan saja waktunya, karena ia
satu-satunya anggota tubuh kita yang paling besar bahayanya, paling
mudah pengaruhnya, dan paling sulit mengurus dan memperbaikinya.
Wallahul musta’an.
اللهم
أَصْلِحْ شَأْنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاهْدِهِمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ،
اللهم ارْزُقْهُمْ رِزْقًا مُبَارَكًا طَيِّبًا. اللهم أَصْلِحْ لَنَا
دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا
الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ فِيْهَا
مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ
وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
فَاتَّقُوا
الله عِبَادَ ِالله ، وَخُذُوْا بِالْأَسْبَابِ الَّتِيْ تَحْيَى بِهَا
الْقُلُوْبُ قَبْلَ أَنْ تَقْسُوَ وَتَمُوْتَ، فَإِنَّ ذلك مَنَاطُ
سَعَادَتِكُمْ أَوْ شَقَائِكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ
ِالله لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA :
اَلْحَمْدُ
لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ،
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إلا ِالله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Miqdad bin al-Aswad, ia menceritakan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلَابًا مِنَ الْقِدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْيًا.
“
Sungguh,
hati anak Adam (manusia) itu sangat (mudah) berbolak-balik daripada
bejana apabila ia telah penuh dalam keadaan mendidih.” (HR. Ahmad, no. 24317).
Kemudian
al-Miqdad berkata, “Sesungguhnya orang yang beruntung (bahagia) itu
adalah orang yang benar-benar terhindar dari berbagai fitnah (dosa).” Ia
mengulangi ucapannya tiga kali, sambil memberikan isyarat bahwa sebab
berbolak-balik dan berubahnya hati adalah dosa-dosa yang berdatangan
menodai hati.
Maka dari itu, agar hati kita tidak mudah terpeleset dan menyimpang dari kebenaran dan cahaya dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
bahkan sampai tertutup dan terkunci karena hawa nafsu yang membelit-nya
serta segala hal yang dapat merusak dan membinasakannya, maka perlu
adanya usaha-usaha penjagaan terhadap hati yang bersifat kuratif dan
kontinyu, sekaligus resep (obat) sebagai usaha prefentif agar bisa
selamat dari segala bentuk penyakit-penyakit hati yang mematikan.
Di
antara hal yang dapat menyebabkan hati seseorang menjadi tenang dan
bersih adalah amalan memperbanyak membaca ayat-ayat Alquran dan
mendengarkannya, karena Alquran merupakan penawar yang ampuh dari
penyakit syubhat dan nafsu syahwat yang keduanya merupakan inti penyakit
hati seseorang. Di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan yang akurat
yang membedakan yang haq dari yang batil, sehingga syubhat akan hilang,
dan di dalamnya terdapat hikmah, nasihat yang baik, mengajak zuhud di
dunia, dan menghimbau untuk lebih mengutamakan kehidupan akhirat,
sehingga penyakit nafsu syahwat akan hilang. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
“
Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang
yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia
menyaksikannya.” (Qaf : 37).
ِالله نَزَّلَ
أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ
جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ
وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ ِالله ذَلِكَ هُدَى ِالله يَهْدِي بِهِ مَن
يَشَآءُ وَمَن يُضْلِل ِالله فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“
Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, kulit orang-orang yang takut kepada
Rabbnya, gemetar karenanya, kemudian kulit dan hati mereka menjadi
tenang di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu
Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang
disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pemberi petunjuk pun baginya.” (Az-Zumar: 23).
Dan
masih banyak lagi ayat-ayat Alquran yang menunjukkan demikian. Ini
menunjukkan bahwa Alquran adalah sesuatu yang paling agung yang dapat
melembutkan hati, bagi yang membaca, mendengarkan, dan merenungkannya,
serta mengamalkannya dalam prilaku kehidupan sehari-hari.
Di
antara usaha yang dapat menenangkan hati adalah dengan mengambil
pelajaran terhadap kejadian dan peristiwa serta kehancuran yang menimpa
umat-umat terdahulu akibat kemaksiatan yang mereka lakukan.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَكَأَيِّن
مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى
عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ . أَفَلَمْ يَسِيرُوا
فِي اْلأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ أَوْ ءَاذَانٌ
يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لاَتَعْمَى اْلأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى
الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“
Berapalah banyaknya kota
yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zhalim,
maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya, dan (berapa
banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi. Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan
itu mereka dapat mendengar? Karena sesung-guhnya bukanlah mata itu yang
buta, tetapi yang buta, ialah hati yang berada di dalam dada.” (Al-Hajj: 45 – 46).
Kemudian di antara yang dapat menenangkan hati adalah dengan banyak mengingat Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam situasi dan kondisi apa pun. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ الله وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ
“
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, maka gemetarlah hati
mereka, dan apa-bila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, maka
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan kepada Rabb merekalah mereka
bertawakal.” (Al-Anfal: 2).
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ الله أَلاَبِذِكْر ِالله تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (Ar-Rad: 28).
Dan termasuk penjagaan hati adalah menerima secara total setiap perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan mengamalkannya serta menjauhi setiap laranganNya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَإِذَا
مَآأُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هذه
إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ
يَسْتَبْشِرُونَ . وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
“
Dan
apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang berkata, ‘Siapa di antara kamu yang bertambah imannya
dengan (turunnya) surat ini?’ Adapun orang yang beriman, maka surat ini
menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang yang di
dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah
kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada), dan mereka
mati dalam keadaan kafir.” (At-Taubah: 124 – 125).
Dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَإِذَا
مَآأُنزِلَتْ سُورَةٌ نَّظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُم
مِّنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ الله قُلُوبَهُم بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ
لاَيَفْقَهُونَ
“
Dan apabila diturunkan satu surat, sebagian
mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil berkata), ‘Adakah
seorang dari (orang-orang Muslimin) yang melihat kamu?’ Sesudah itu pun
mereka pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka
adalah kaum yang tidak mengerti.” (At-Taubah: 127).
Dan di
antara amalan yang dapat menjaga hati seseorang dan membuatnya lembut
adalah turut merenungkan keadaan orang-orang sakit, orang fakir miskin,
serta orang-orang yang telah tertimpa musibah dan cobaan. Karena dengan
mengunjungi orang sakit dan melihat kondisi dan penderitaan mereka
akibat penyakit yang dideritanya, maka kita bisa menilai nikmat, begitu
juga manakala kita melihat keadaan orang-orang fakir miskin dan anak
yatim, dan merenungkan apa yang menjadi kebutuhan mereka, tentu kita
akan merasakan dan mengetahui nilai nikmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala
yang telah dianugerahkan kepada kita sehingga dapat menenangkan hati
kita. Namun manakala kita mengabaikan hal-hal yang demikian, maka yang
demikian dapat membuat hati-hati kita mengeras.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَاصْبِرْ
نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ
يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلاَتَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ
ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“
Dan
bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi
dan senja hari dengan mengharap WajahNya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengha-rapkan perhiasan kehidupan dunia
ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan
dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan keadaannya itu
melewati batas.” (Al-Kahfi: 28).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Di
samping kita memperhatikan dan menghiasi hati-hati kita dengan hal-hal
tersebut di atas, maka sebagai bentuk penjagaan kita juga harus
senantiasa menghindari hal-hal yang dapat mengotori, merusak, menodai,
dan mencemarkan hati-hati kita. Di antaranya, tidak sibuk dan mudah
terpedaya dengan kenikmatan dunia yang melalaikan, terbiasa dan
membiarkan mata memandang hal-hal yang diharamkan; baik melalui televisi
ataupun video, dari segala bentuk siaran sinetron, ataupun
gambar-gambar yang terdapat dalam surat kabar ataupun majalah,
mendengarkan musik dan menikmati nyanyian seorang penyanyi, ataupun
menyibukkan diri dengan olah raga tertentu, baik mengikuti
perkembangannya, melihatnya secara berlebihan sampai banyak menyita
sebagian besar waktu yang ada.
Dan di antara yang dapat mengotori
dan merusak hati adalah makan makanan yang haram, dan berteman dengan
pelaku dosa dan maksiat.
Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya
kebajikan itu menyebabkan cahaya di dalam hati, sinar di wajah, kekuatan
pada jasmani, melapangkan rizki dan menimbulkan rasa kasih sayang
terhadap sesama. Sedangkan keburukan (
dosa)
menyebabkan kegelapan di dalam hati, kemuraman pada muka, kelemahan
pada jasmani, mengurangi rizki, dan menimbulkan rasa benci terhadap
sesama.” (
Madarij as-Salikin, 1:424).
Semoga kita yang hadir di majelis yang mulia ini, termasuk golongan yang akan mendapat penjagaan dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sehingga hati-
hati kita senantiasa selamat dan bersih dari segala sesuatu yang dapat menodai dan merusaknya.Amin ya rabbal ‘alamin.
إِنَّ الله وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ
وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ
وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.